STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR NAKAL HARUS DITINDAK TEGAS
Komisi VII DPR RI menginginkan Public Service Obligation (PSO) terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) harus tepat sasaran, jumlahnya tidak boleh kurang dan harga sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) maupun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang melakukan pelanggaran ketentuan yang berlaku, harus dikenakan sanksi berupa peringatan hingga penutupan.
Ditegaskan Anggota Komisi VII Milton setelah melakukan Kunjungan Lapangan terkait dengan pendistribusian Bahan Bakar, di Provinsi Sumatera Utara, (26/11), Medan.
Kunjungan tersebut, menindaklanjuti laporan RDP Komisi yang membidangi Energi dengan BPH Migas. komisi VII yang sangat konsen terhadap kebutuhan Bakan Bakar Minyak (BBM) nelayan, mendengar banyak kesimpangsiuran data, sehingga ada nelayan yang tidak mendapatkan BBM bersubsidi, serta ada BBM yang hilang tanpa bisa dipertanggung jawakan, “Kami ingin cek apa benar data itu,” katanya..
Kita tahu bahwa BBM bersubsidi untuk nelayan adalah suatu keharusan yang diberikan kepada nelayan, untuk dapat mencari nafkah. Laporan yang didapatnya telah sering terjadi kelangkaan BBM, namun menurut data kuota yang diberikan telah sesuai dengan kebutuhan nelayan setempat, dengan perhitungan data yang diperoleh dari Departemen kelautan dengan koordinasi pertamina.
Milton menjelaskan, selain PT.Pertamina ada beberapa distributor BBM bersubsidi yaitu ada PT. AKR, jadi kita perlu melihat apakah kuota BBM solar subsidi yang disalurkan melalui PT. AKR sudah tepat sasaran.
Tim Kunjungan Spesifik yang dipimpin Sutan telah meninjau SPBN PT.AKR di dua tempat, mereka menemukan SPBN kosong, tanpa solar yang berada di HIU berada tepat di bibir pantai, namun di hijau berada di dekat sunggai, dengan masih perlu menyeberang jalan, sehingga nelayan yang ingin membeli solar, turun ke darat dengan menyeberangi jalan menggunakan derigen, sehingga control sulit dilakkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan ulang tempat SPBN. Sehingga langsung kepada sentra nelayan. “Nelayan harus diberi prioritas jaminan untuk mendapatkan BBM solar bersubsidi. Karena hal ini berkaitan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan nelayan,” tegasnya.
Dilapangan terjadi ketidaksingkronan data. Diketahui dalam distribusi hingga dapat dinikmakti nelaya, Dia menjelaskan Kementerian ESDM, BPH Migas yang menurut UU No.22 tahun 2001 diberikan hak ntuk mengatur, dilapangan ada pertamina yang melaksanakan Publik Servis Obligation (PSO), disisi lain diberi kesempatan kepada Swasta yaitu AKR dan Petronas.
Para pihak tersebut disamping DKP yang juga berkontribusi kepada suara nelayan. DKP juga perlu memenuhi kebutuhan infrastruktur nelayan selain solar, misalnya batu es dengan pabrik es.
Seharusnya jika kebutuan solar naik maka akan berkolerasi dengan meningkatnya hasil tangkapan ikan. Dia juga mengharapkan adanya pembinaan dari DKP dan mengusulkan adanya survey musim ikan, sehingga tidak boros dengan adanya efisiensi. “Ada perencanaan dan sosialisasi yang baik dari KKP,” imbuhnya. (as)